Belakangan ini, saya lagi senang mengamati kasus-kasus yang sedang hangat saat-saat ini. Salah satu yang sangat menarik perhatian saya adalah fenomena tiktok yang begitu kontroversial. Setelah mencari tahu, bagaimana aplikasi musik ini bisa menimbulkan kontroversi, akhirnya saya tertarik untuk mengikuti beritanya, hingga saya menemukan issue baru yaitu tentang seleb tiktok dadakan yang bernama bowo (ig: bowo_alpenliebe). Anak berusia 13 tahun ini sedang menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini gegara dia (dan menurut sumber lain ada pihak lain) yang melaksanakan meet and greet dan memasang tarif 80k untuk berfoto dengan bowo. Sekilas, berita ini tampak menggelikan, mengingat hal tersebut betul-betul terjadi di kalangan anak-anak baru gede.
Berita mengejutkan datang ketika saya membaca salah satu postingan orang lain mengenai tingkah laku fans bowo ini. Miris sekali, dan sedikit kurang percaya dengan kelakuan fansnya yang sampai murtad gegara menuhankan idolanya. Bahkan, ada sebuah postingan yang tidak wajar yang berisi rela menjual ginjal, rela kehilangan keperawanannya dan bahka rela menjual ibunya demi bertemu dengan bowo ini. Saya tidak melihat postingan aslinya, issue ini saya temukan di salah satu artikel di internet yang memuat beberapa bukti screenshoot-nya. Jengah dengan berita ini akhirnya saya ingat di facebook ada yang pernah membagikan link berupa permintaan bantuan untuk menandatangani petisi dalam rangka pemblokiran aplikasi tiktok. Tanpa pikir panjang, saya memutuskan untuk ikit menandatangani petisi tersebut dan membagikannya ke grup-grup di WA saya.
Pemblokiran tiktok, dengan kisah bowo ini tentulah dua isu yang berbeda. Namun jujur, pada awalnya saya jengah karena bocah ini yang membuat saya ingin aplikasi tiktok ini segera diblokir. Setelah isu pemblokiran tiktok ini, muncullah isu baru mengenai bowo dari sebuah instastory yang menjelaskan kondisi bowo. Awalnya, saya tidak terlalu tertarik dengan anak ini, sampai akhirnya saya mengunjungi instagramnya dan melihat komentar di postingan terakhirnya. Komentarnya kalau saya tidak salah lihat itu mencapai ratusan ribu. Saya membaca komentar itu sebagian dan boom! Saya menemukan begitu banyak haters bowo yang sampai menghina habis-habisan. Kembali ke instastory cerita bowo, saya membaca dari postingan tersebut mengenai kondisi psikis bowo yang sedang terganggu lantaran komentar-komentar negatif tentang dirinya, di instastory tersebut dijelaskan bahwa bowo anak yang baik, rajin sholat, ia sama sekali tidak paham dengan apa yang sedang menimpa dirinya karena dia hanya melakukan hal yang menurutnya menyenangkan dan itu sangat wajar mengingat usianya yang memang sedang dalam proses transisi ke masa remaja. Kemudian, saya juga menemukan postingan facebook yang menceritakan tentang kisah bowo yang diundang ke salah satu acara talkshow di televisi yang menghadirkan bowo dan Ibundanya. Sesak sekali, saat membaca bahwa Ibunda bowo sampai rela berhenti bekerja demi melindungi anaknya yang sedang diserang haters mengingat tidak ada anggota keluarganya yang bisa menjaga bowo karena alasan pekerjaan. Apalagi, ketika Ibundanya menangis meratapi nasib anaknya. Kawan... Ibu mana sih yang rela anaknya dicaci maki secara tidak wajar?
Once again, pemblokiran aplikasi tiktok dengan kisah bowo adalah dua isu yang berbeda. Ada saja sebagian orang yang menghubungkannya, sampai mungkin berpikiran bahwa ini adalah langkah untuk menyerang bowo. Tidak sama sekali. Banyak juga yang berpendapat bahwa sebetulnya aplikasi ini tidak perlu diblokir karena yang salah itu penggunanya. Guys, kalau konsumennya adalah anak-anak yang kita tahu sulit sekali bagi anak zaman sekarang mendengarkan nasihat orangtua, bahkan banyak orangtua di luar sana yang kurang peduli dengan dampaknya, maka sulit bagi kita mengontrol si pengguna. Maka, pemblokiran ini adalah langkah yang tepat agar anak-anak tidak difasilitasi dengan aplikasi yang berpotensi untuk merusak moral mereka.
On the other hand, mengenai kasus bowo, ini sungguh hal yang sangat memprihatinkan berhubunga dengan "mulut liar" netizen. Kita tahu bahwa netizen Indonesia itu sungguh sangat sensitif terhadap hal-hal yang kontroversial. Sekalinya ada hal yang booming, berbondong-bondong mereka membanjiri kolom komentar, mengutarakan kebencian mereka. Kawan, itulah yang disebut hate speech. Ketika ujaran-ujaran kebencian itu membanjiri kolom komentar seseorang, maka tentu orang tersebut akan merasa down. Ya katakanlah artis, yang memang mungkin hal tersebut sudah biasa bagi mereka, maka mereka tidak begitu memperdulikan karena hal itu merupakan salah satu konsekuensi mereka sebagai publik figur. Tapi hey, seorang bowo, anak remaja yang sedang mencari jati dirinya, bagaimana perasaan dia saat membaca komentar-komentar tersebut? Ini sudah termasuk ke dalam kasus bullying. Lebih jauh lagi, bagaimana perasaan Ibu dan keluarganya? Can you imagine, kalau hal itu terjadi pada anak atau sanak saudaramu? Bullying itu sudah jelas-jelas sangat membahayaka kondisi kejiwaan seseorang.
Mulailah bijak dalam menggunakan media sosial. Jangan menjadi seseorang yang judgemental. Biasakan tabayyun; mencari pembuktian sebelum menghakimi seseorang. Hey, banyak sekali urusan negara yang perlu kita pikirkan dibanding mengomentari hidup orang yang sungguh tidak ada kaitannya dengan hidup kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar